Biokatalis, Enzim dan Biotransformasi
Biokatalis, Enzim dan Biotransformasi
Theresia Umi Harwati & Bambang Sunarko
Kenapa biokatalis penting?
Biokatalisis, suatu reaksi kimiawi yang menggunakan katalis biologis (biokatalis), merupakan metoda yang tidak asing dalam proses sintesis kimia organik di ranah akademis maupun dalam tataran industri. Sampai saat ini, metoda tersebut banyak berperan dalam industri kimia dan farmasi, industri pangan dan pakan, serta dalam pengelolaan limbah dan remediasi lingkungan. Sehingga, tidaklah mengherankan, bila biokatalisis dianggap sebagai komponen penting dan bagian yang tak terpisahkan dari industri life-science. Di masa depan, peranan biokatalisis juga akan semakin penting dalam industri kimia modern. Metode ini akan menjadi proses inti untuk memproduksi senyawa yang sulit atau tidak dapat dilakukan dengan teknik-teknik kimia konvensional, seperti dalam sintesa senyawa-senyawa yang bersifat regio-, enansio- dan stereoselektif.
Seperti kita ketahui, kebanyakan farmaseutika adalah molekul-molekul khiral. Inilah salah satu alasan mengapa saat ini industri mulai melirik biokatalisis dan memanfaatkan biokatalis secara ekstensif untuk memproduksi precursor dan ingradien penting untuk produksi farmaseutika. Dan tampaknya, lambat laun biokatalisis mulai menggeser dan menjadi pesaing utama metode sintetik konvensional, yang selama ini digunakan sebagai sarana untuk memproduksi molekul-molekul khiral sebagai bahan baku industri farmasi. Semakin pentingnya peran biokatalisis, dan juga biokatalis, dalam industri, dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa saat ini pasar biokatalis (enzim saja) dalam bisnis global mencapai 1 milyar dolar Amerika.
Biokatalis, yang berupa enzim, sel mikroba (hidup atau mati), yang terikat dalam matriks atau bebas, secara tradisional telah digunakan untuk mengkonversi bahan baku yang berasal dari bahan organik atau bahan baku yang terbarukan. Namun, pemanfaatannya terus meluas, sehingga digunakan juga untuk mengolah material yang berasal dari bahan bakar fosil. Pemanfaatannya juga begitu beragam, dari biotransformasi senyawa khiral secara enzimatis untuk produksi obat sampai desulfurisasi bahan bakar diesel menggunakan mikroba. Dalam skala industri, misalnya, biokatalis telah digunakan untuk produksi fruktosa, aspartame, penisilin semi sintetik dan obat kanker.
Selain itu, biokatalisis dianggap sebagai representasi dari suatu strategi yang menjanjikan dalam menopang konsep “green chemistry”. Seperti kita ketahui, isu-isu lingkungan merupakan hal yang penting bagi industri. Pemikiran untuk menekan polusi telah meningkatkan ketertarikan mereka terhadap produk dan proses kimia, yang ramah lingkungan, dapat menekan jumlah limbah dan konsumsi energi, serta yang memihak pada penggunaan sumber daya terbarukan daripada bahan baku berbasis petroleum. Dan tampaknya biokatalisis, secara ideal dapat memenuhi tuntutan itu.
Enzim sebagai biokatalis
Sebagai biokatalis, enzim mempunyai karakteristik yang sangat menarik untuk industri: sangat spesifik, aktif dalam kondisi ’normal’, mudah didapat, dan ramah lingkungan. Daya pikatnya berasal dari selektivitasnya yang tinggi, aktif dan bekerja dalam kondisi ’normal’, serta limbah yang dihasilkan mudah dituntaskan. Selain itu, reaksi-reaksi yang dijembataninya seringkali mempunyai kemo-, regio- dan stereospesifitas yang tinggi. Secara umum, enzim digunakan sebagai katalis dalam beragam reaksi, seperti hidrolisis, transesterifikasi, resolusi kinetik dari campuran rasemat, dan lain-lain. Industri proses kimia juga mulai menyadari bahwa enzim bukan hanya efektif sebagai katalis dalam transformasi senyawa-senyawa ’alami’ dalam sistem kehidupan, namun juga dapat berperan dalam reaksi serupa dengan senyawa-senyawa ’non-alami’. Atas dasar kelebihan-kelebihan ini, enzim dimanfaatkan untuk mengkatalisis beragam reaksi-reaksi organik dan banyak dilibatkan dalam industri pangan, deterjen, diagnostik, kimia dan farmasi. Sebagai ilustrasi betapa beragamnya kegunaan biokatalis dalam sintesis kimia, pada Tabel 1 ditampilkan beberapa contoh senyawa-senyawa kimiawi yang diproduksi secara enzimatis.
Bila enzim akan dimanfaatkan sebagai biokatalis, maka faktor-faktor berikut yang perlu mendapat diperhatikan:
· Spesifitas. Secara umum, enzim bersifat sangat spesifik; dapat bersifat substrat spesifik (selektif terhadap senyawa atau kelompok senyawa tertentu), atau regio-spesifik, atau stereospesifik (selektif hanya terhadap salah satu stereoisomer)
· Kofaktor. Untuk bisa berfungsi, beberapa enzim memerlukan keberadaan materi lain, yang disebut sebagai kofaktor. Ada dua macam kofaktor; tipe pertama berupa ion-ion logam sederhana, sedangkan tipe kedua terdiri atas molekul organik yang kompleks, yang disebut sebagai ko-enzim. Semakin kompleks kofaktor yang dibutuhkan, maka akan semakin mahal biaya yang diperlukan, yang pada akhirnya akan membatasi penggunaannya (kecuali ada cara-cara praktis untuk mendapatkannya kembali).
· Sumber biologis. Spesifikasi sumber enzim seringkali merupakan hal penting. Enzim dengan nama yang sama tetapi berasal dari sumber yang berbeda seringkali menujukkan perbedaan pula dalam struktur dan sifat-sifatnya
· Stabilitas. Secara umum, ezim lebih labil dibandingkan katalis sintetik. Walaupun beberapa dapat beroperasi diatas 60oC, secara umum hanya ada perbedaan yang kecil diantara beragam enzim dalam nilai pH dan suhu operasinya.
· Inhibitor. Aktivitas enzim seringkali peka terhadap keberadaan molekul-molekul kecil. Sebagai contoh, enzim dapat dihambat oleh substrat, produk reaksi, atau oleh kontaminan kimiawi yang ada dalam substrat. Dengan demikian, pemahaman tentang mekanisme pengendalian semacam ini dapat merupakan hal penting untuk optimasi proses
· Kondisi reaksi. Dalam praktek, ada beberapa contoh enzim yang mampu melakukan reaksi pada suhu lebih rendah dari katalis konvensional, namun rendeman dan kualitas produk yang dihasilkan lebih tinggi, dan sekaligus mengurangi konsumsi enerji untuk produksinya.
Biokatalis dalam Industri Kimia
Seperti telah diuraikan, biokatalis mempunyai peranan yang semakin penting dalam industri kimia sintesis. Namun, masih ada beberapa kelemahan dalam pemanfaatannya dalam industri, terutama karena kebanyakan indutri kimia kurang begitu ‘akrab’ dengan ‘katalis alam’ ini. Oleh karena itu, “Kapan dan bagaimana menggunakan biokatalis?” merupakan pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum industri memutuskan untuk mulai menggunakannya dalm proses produksinya.
Kapan?
”Kapan biokatalis bisa dianggap sebagai alternatif yang menjanjikan, bila dibandingkan reaksi kimia biasa, yang sudah lama dikenal?”, merupakan pertanyaan pertama yang harus dijawab untuk memutuskan pemakaiannya dalam industri. Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam keputusan awal ini adalah: ketersediaan biokatalis, kemurnian, biaya dan komponen media lain yang diperlukan. Selain itu, jumlah reaksi yang terlibat, selektivitas dan rendeman (yield), serta kondisi reaksi merupakan aspek lain yang perlu mendapat perhatian. Tak kalah pentingnya, kemudahan dalam purifikasi produk, kualitas produk akhir, dan aspek-aspek lingkungan (‘greenness”) juga merupakan aspek penting lainnya. Dari pengalaman dapat ditunjukkan bahwa semakin positif jawaban yang dapat diberikan atas aspek-aspek tersebut diatas, maka semakin tinggi pula efektivitas penggunaan biokatalis dalam industri kimia.
”Kapan biokatalis bisa dianggap sebagai alternatif yang menjanjikan, bila dibandingkan reaksi kimia biasa, yang sudah lama dikenal?”, merupakan pertanyaan pertama yang harus dijawab untuk memutuskan pemakaiannya dalam industri. Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam keputusan awal ini adalah: ketersediaan biokatalis, kemurnian, biaya dan komponen media lain yang diperlukan. Selain itu, jumlah reaksi yang terlibat, selektivitas dan rendeman (yield), serta kondisi reaksi merupakan aspek lain yang perlu mendapat perhatian. Tak kalah pentingnya, kemudahan dalam purifikasi produk, kualitas produk akhir, dan aspek-aspek lingkungan (‘greenness”) juga merupakan aspek penting lainnya. Dari pengalaman dapat ditunjukkan bahwa semakin positif jawaban yang dapat diberikan atas aspek-aspek tersebut diatas, maka semakin tinggi pula efektivitas penggunaan biokatalis dalam industri kimia.
Peluang pemanfaatan biokatalis akan meningkat, terutama bila jumlah tahapan reaksi dalam memproduksi suatu produk akhir dapat diturunkan secara drastis. Aspek lain, seperti kebutuhan reagen dan senyawa-senyawa esensial lainnya yang lebih sedikit dan lebih murah, rendeman yang lebih tinggi, laju reaksi yang lebih cepat dan kondisi reaksi yang lebih mild, juga akan mendorong penggunaan biokatalis dalam proses produksi. Selain itu, sifat biokatalis yang enansio- dan/atau stereoselektif dapat menjadi pertimbangan yang kuat untuk penggunaan biokatalis, namun perlu juga disadari bahwa saat ini kemajuan-kemajuan dalam yang berarti dalam bidang ini terjadi juga di bidang katalis kimiawi. Jika isu ‘natural’ dan ‘green’ sangat menentukan penerimaan masyarakat terhadap suatu produk-produk tertentu, maka kecenderungan ini juga akan mendorong penggunaan biokatalis sebagai pilihan dalam proses produksi. Adanya kepastian bahwa proses atau reaksi akan berlangsung melalui rute tertentu juga akan menjadi pertimbangan penting dalam keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan biokatalis dalam proses produksi. Lebih lanjut, kompatibiliats dengan proses yang telah ada juga merupakan hal penting lain dalam keputusan tersebut.
Bagaimana?Bila aspek-aspek yang dikemukakan diatas dijawab secara positif, yang berarti bahwa penggunaan biokatalis merupakan alternatif yang menarik dalam proses produksi, maka pertanyaan “Bagaimana biokatalis tersebut dimanfaatkan dalam proses produksi?” akan muncul dalam pengambilan keputusan berikutnya. Masalah pertama menyangkut bentuk biokatalis yang akan digunakan; apakah biokatalis tersebut diaplikasikan dalam bentuk sel utuh, sel hasil rekayasa genetis, sel organela, enzim kompleks, ataukah dalam bentuk enzim kasar atau murni), diimobilisasi ataupun diaplikasikan dalam bentuk bebas. Ketersediaan, biaya, kebutuhan kofaktor adalah beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian.
Sedangkan masalah kedua menyangkut media reaksi; apakah reaksi biokatalisis dilakukan dalam media cair konvensional yang ramah lingkungan (green), ataukah dalam media non-konvensional, seperti dalam pelarut organik atau dalam media padat. Media padat dapat merupakan keuntungan yang meyakinkan bagi penggunaan biokatalis, terutama berkaitan dengan kelarutan, inhibitasi substrat/produk, keseimbangan reaksi, dan purifikasi produk.
Akhirnya, dalam keseluruhan pembuatan keputusan, kebutuhan dan ‘pada tataran mana’ integrasi proses dalam kaitannya dengan reaksi-reaksi (jika lebih dari satu reaksi yang terlibat), tahapan-tahapan proses dan integrasi keseluruhan proses perlu diperhitungkan. Kemampuan komputer yang ada saat ini memungkinkan untuk itu.
Bila industri akan menggunakan proses yang melibatkan biokatalis dalam proses produksinya, maka mereka memerlukan:
· Identifikasi biokatalis. Kegiatan ini melibatkan pencarian dan penapisan enzim yang tersedia secara komersial, atau bahkan melakukan pengembangan biokatalis baru. Upaya pengembangan biokatalis baru mencakup penapisan mikroba dan biomaterial secara ekstensif untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan, kemudian mengisolasi enzim atau enzim-kompleks yang cocok. Industri yang melakukan pengembangan biokatalis secara aktif biasanya mempunyai koleksi strain-strain mikroba dan enzim-enzim dalam jumlah besar dan menganggapnya sebagai sumber daya teknologi kunci.
· Sumber biokatalis. Dalam praktek, industri dapat memperoleh atau mengembangkan sendiri biokatalis yang diinginkan. Untuk pengembangan biokatalis in-house, diperlukan sumber daya teknis yang memadai (beragam keahlian bioteknologis). Untuk mengawali penguasaan teknologi biokatalis, biasanya industri memanfaatkan enzim yang tersedia secara komersial untuk proses biotransformasi sederhana (satu tahap). Untuk tahap-tahap selanjutnya, biasanya industri juga mencoba proses yang multi-tahap yang melibatkan lebih dari satu enzim.
· Pengembangan proses. Proses untuk biotransformasi yang diinginkan perlu dikembangkan , menscale-up dan, bila perlu, mengintegrasikan ke dalam keseluruhan proses sintesis produk yang diinginkan. Optimasi proses downstream dari biotransformasi seringkali sama pentingnya dengan proses biotransformasi itu sendiri.
Tahapan produksi enzim secara umum
Secara umum, enzim diperoleh dari mikroorganisme (bakteri, jamur dan kapang) yang ‘dipanen’ melalui proses fermentasi. Untuk menghasilkan biokatalis yang memenuhi kebutuhan komersial, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah pemurnian enzim dari media fermentasi. Prosedur purifikasi melibatkan teknik-teknik kromatografi, misalnya dengan menggunakan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography), FPLC (Fast Protein Liquid Chromatography), dan lain-lain. Selain itu, teknik-teknik pengkonsentrasian juga perlu dilibatkan, misalnya metoda penggaraman, presipitasi, sentrifugasi, ultrafiltrasi, dialisis dan/atau liofilisasi.
Setelah enzim dimurnikan, karakterisasi struktural enzim perlu dilakukan, dengan melibatkan metoda-metoda, seperti elektroferesa, ultrasentrifugasi analitis, spektroskopi (UV-VIS dan/atau flueresens). Demikian juga, karakterisasi fungsional perlu juga dilakukan, seperti penentuan aktivitas dan stabilitas enzim pada suhu dan pH yang berbeda, penentuan kinetika dan stoikiometri reaksi, dan juga stabilitas dan aktivitas dalam kondisi proses sebenarnya. Data-data ini memberi landasan untuk dapat dilakukannya site-directed mutagenesis untuk memperoleh enzim baru yang dapat digunakan dalam bioreaktor secara industri.
Isolasi, kloning dan perunutan gena, yang menyandikan sintesis enzim, seringkali juga dilakukan, terutama untuk mendapatkan jumlah protein yang lebih tinggi. Biasanya, dalam tahap awal, upaya kloning dan ekspresi enzim dilakukan pada E.coli melalui suatu vektor tertentu. Namun, bila upaya ini tidak/kurang berhasil, baru dicoba dengan menggunakan sistem-sistem kloning dan ekspresi yang lain.
Setelah itu, dilakukan imobilisasi enzim, yang bertujuan agar biokatalis dapat dipanen dan digunakan kembali dalam proses. Beragam metode imobilisasi telah dikenal dan dapat disesuaikan dengan proses-proses industrial, seperti pencerapan dalam matriks gel (poliakrilamida, agarosa, alginat, karaginan), mikrokapsulasi (dengan cara polimerasi interfasial atau dengan mencampurkannya dengan surfaktan tertentu sehingga membentuk reverse micelles), pengikatan silang dengan reaktan bifungsional (dialdehida, seperti glutaraldehida, atau diamina yang diaktivasi dengan carbodiimida), adsorpsi dan pengikatan secara kovalen dengan pedukung inorganik (seperti gelas berpori, silica) atau dengan pendukung organik (seperti selulosa, dekstran, polimir akrilik).
Bila proses imobilisasi telah dilakukan dengan hasil yang baik, maka tahap berikutnya adalah optimasi proses yang menggunakan biokatalis amobil tersebut. Umumnnya kajian dilakukan untuk mempelajari dan mengidentifikasi pengaruh pH, suhu, waktu kontak dengan matriks pendukung, perbandingan enzim/dengan matriks dan sebagainya untuk mendapatkan biokatalis yang tepat secara industrial. Pada akhirnya, kondisi proses yang paling baik (nilai pH dan suhu optimal, stabilitas terhadap pH dan suhu, parameter kinetika dan penggunaan ulang) dapat diidentifikasi.
Riset dan Pengembangan Biokatalis dan Biotransformasi
Riset dalam bidang ini terutama diarahkan untuk mengembangkan dan optimasi proses yang melibatkan biokatalis, dan juga proses untuk memproduksi biokatalis itu sendiri. Pengembangan katalis yang stabil, yang menunjukkan catalytic turnover yang tinggi, dan mampu melakukan transformasi baru merupakan hal penting untuk memperluas area penerapan bioteknologi. Seperti kita ketahui, dekade terakhir ini dipahami sebagai revolusi dalam pemahaman proses biokonversi pada tataran genetik. Dengan waktu yang relatif singkat, metode-metode baru, seperti evolusi enzim yang diarahkan (directed enzyme evolution), biokatalisis kombinatorial, serta rekayasa metabolik (metabolic engineering), telah menghasilkan beragam biokatalis-biokatalis baru.
Selain itu, dampak dari penggunaan biokatalis rekombinan semacam ini terhadap keseluruhan pentahapan reaksi dan terhadap proses downstream juga menjadi sasaran kajian dan riset dalam biotransformasi. Tentu saja, penyelidikan terhadap aspek-aspek regulasi katalitis dan ekspresi enzim, demikian juga mengenai struktur, fungsi dan aplikasi enzim masih tetap diperlukan. Selain itu, walaupun sampai saat ini, evolusi terarah banyak diterapkan untuk mengembangkan enzim-enzim secara individual, namun dengan meningkatnya akumulasi pengetahuan, teknik ini juga akan dapat diaplikasikan untuk perekayasaan sistem enzim kompleks.
KesimpulanDalam artikel ini, beberapa pertanyaan dipaparkan yang harus dijawab untuk menghasilkan aplikasi biokatalis secara optimal. Namun, pada akhirnya adalah ekonomi yang menentukan apakah aplikasi biokatalis dapat direalisasikan dalam praktek ataukah apakah, seperti kebanyakan kasus, sintesis secara kimiawi konvensional memenangkan kompetisi pada akhirnya. Pengalaman mengajari kita bahwa hanya jika sebagian besar aspek-aspek memihak pada biokatalis, atau tidak ada alternatif kimiawi yang ada, maka biokatalis merupakan proses yang akan menjadi pilihan.
Komentar